Friday, May 17, 2013

Kisah Nyata : Peter Casey Tak Canggung Shalat Tepat Waktu Di Tempat Umum


Dia berusia 23 Tahun. Bernama Peter Casey, atau Abdulmalik. Pada usia 15 tahun, lulusan Queens College ini memutuskan bersyahadat masuk Islam.

Namanya dikenal secara luas baik di negerinya, Amerika Serikat, maupun dunia internasional setelah pengakuannya memilih Islam tersebar luas di jagat maya. Alih-alih takut akan keselamatan nyawanya mengingat fobia Islam kembali mengental di AS menjelang peringatan tragedi 11 September, ia malah rajin menunjukkan keyakinan barunya di depan publik.  (Tidak semua muslim mampu lakukan hal itu di negeri non muslim  walau oleh ‘yang sudah Muslim’ sejak lahir)

Ia misalnya, selalu pergi ke masjid setiap hari dengan ‘menumpang’ skateboard-nya — gaya khas anak muda AS. Ia juga jarang berpikir dua kali untuk melakukan ibadah shalat di Starbuck, jika kebetulan ia tengah nongkrong di sana dan waktu shalat telah tiba.

Pria bermata biru ini mengaku pantang menyembunyikan identitas keislamannya. Sebaliknya, ia mengatakan ia berusaha untuk “menantang stereotip dan kesalahpahaman” orang lain di sekitarnya tentang Islam.

Sebagai seorang mualaf yang dibesarkan di pinggiran kota dengan latar belakang Yudeo-Kristen, Casey dibesarkan di pinggiran Long Island oleh ibu yang beragama Yahudi dan ayah Katolik. Ia tumbuh dalam keluarga yang bertolak belakang dalam melihat Yesus.

Di satu sisi, kekristenan berbicara tentang Yesus (Tuhan) sebagai Allah Putra, Allah Bapa, dan roh Kudus (3 Pribadi tapi Satu/trinitas). Di sisi lain, Yudaisme (Agama Yahudi) berbicara tentang Yesus sebagai seorang mesias/seorang yang diurapi/juru selamat palsu.

“Saya merasa ada dua hal ekstrem di sana, dan saya mempelajari keduanya,” kata  Casey.

Pasca-serangan 11 September 2001, pemahaman mulai berubah. Ia berusia 13 tahun saat dua menara kembar WTC itu runtuh. Sejak itu!, ia rajin berselancar di dunia maya mengorek isi ajaran Islam — yang “Pada awalnya” dituduhkan berada di balik serangan itu. Ia menemukan dalam penelusurannya doktrin yang lebih masuk akal dalam Islam tentang Yesus: Dia Seorang Nabi, Seorang Pria yang menyampaikan firman Allah. Tidak lebih dari itu.

“Aku sedang mencari agama Yesus dan murid-muridnya,” kata Casey mengatakan. “Dan ketika saya mulai belajar tentang Islam, saya seperti:” Ini dia. Ini adalah agama itu.” . (The New York Times,12/9/2011)

Dua tahun kemudian, pada usia 15 tahun, ia masuk Islam.

Sejak itu, Ia telah berupaya untuk meluruskan kecurigaan publik AS pada Islam. Tak hanya melalui perbuatan – seperti bershalat di tempat umum dan ramah pada siapa saja — ia juga aktif berdakwah melalui blog-nya yang bertajuk ‘Dawah Addict’. Tema-tema seperti ‘Muhammad dalam Alkitab’ dan ‘Bagaimana Menjadi Seorang Muslim’ diulasnya tanpa canggung.

“Ketika saya pertama kali menjadi Muslim, dan ini masih terdengar hingga hari ini, orang-orang berkata,”Mengapa tidak ada Muslim di luar sana mengatakan tentang Islam yang sebenar-benarnya?” Kata Mr Casey. “Dan saya pikir, yah, Saya akan Melakukannya jika tidak ada orang lain yang akan melakukannya.”

Ia bahkan mempunyai saluran/channel You Tube sendiri yang ia pergunakan untuk Dakwah dan menyampaikan islam dengan jumlah pendengar yang terus tumbuh dengan 5000 pelanggan dan hampir setengah juta pengunjung.(eramuslim)

Thursday, May 16, 2013

Pelajari AL QUR'AN Untuk Buktikan Islam Salah, Aktris Inggris Justru Masuk Islam


MYRIAM Francois-Cerrah sudah sangat populer di Inggris ketika dirinya masih anak-anak. Ia adalah pemain film ‘Sense and Sensibility‘yang ngetop di era 09-an. Ketika ia memutuskan dirinya menjadi seorang mualaf, popularitas dirinya semakin melonjak. Ia adalah seorang mualaf wanita terpelajar kelas menengah di Inggris.

Myriam merujuk pada peristiwa serangan 11 September 2001 di AS sebagai motif di balik keingintahuannya tentang Islam. Itulah yang membuat dirinya menyatakan diri masuk Islam.
Ia menyebut bahwa kehidupan Nabi Muhammad (SAW) sebagai seseorang yang membuatnya termotivasi untuk mengubah karirnya.

Myriam menggambarkan Nabi Muhammad sebagai salah satu tokoh besar dalam sejarah yang telah disalahpahami. Dia mengutip beberapa perkataan populer Nabi Muhammad SAW, dan salah satu kutipan favoritnya adalah, “Maafkan orang yang bersalah kepada Anda. Jalinlah hubungan dengannya. Berbuat baiklah kepada orang yang telah berbuat jahat kepada Anda dan berbicara tentang kebenaran bahkan jika itu bertentangan dengan diri Anda sendiri.”

Awalnya, sarjana filsafat lulusan Universitas Cambridge ini membuka Alquran dengan perasaan”marah”. Ia berdiskusi soal Tuhan dengan teman kuliahnya. Sang teman, menggunakan dalil ketuhanan sesuai apa yang disebutkan dalam konsep Islam. “Saya mempelajarinya sebagai bagian dari upaya untuk membuktikan pendapat teman saya yang seorang Muslim itu salah,”

ujarnya.

Kemudian ia mulai membaca dengan pikiran yang lebih terbuka. Pembukaan Al Fatihah mencengangkannya. “Dalam Islam, seluruh tindakan manusia, dia sendiri yang akan menanggung konsekuensinya. Itulah pentingnya dia mengambil jalan lurus, jalan Tuhan,” ujarnya. Makin lama belajar Alquran, makin besar keinginan Myriam untuk menganut agama Islam. Tujuan semula, mendebat argumentasi temannya, berubah menjadi pengakuan, “Kamu benar tentang agamamu!”

Tak mau buang waktu, ia segera bersyahadat. “Beberapa teman dekat saya melakukan yang terbaik untuk mendukung saya dan memahami keputusan saya. Saya tetap sangat dekat dengan beberapa teman masa kecil saya dan melalui mereka saya mengakui universalitas pesan Ilahi, bahwa nilai-nilai Tuhan bersinar melalui  perbuatan baik manusia, Muslim maupun bukan,” katanya.

Ia menyatakan, konversi keimanannya bukan sebagai ‘reaksi’ terhadap, atau oposisi terhadap budaya Barat. “Sebaliknya, itu merupakan validasi dari apa yang  selalu saya pikirkan,” ujarnya, seraya mengkritik beberapa masjid di Inggris yang menutup pintu dialog tentang ketuhanan dan terlalu dogmatis. “Catat: aturan dan protokol mereka banyak yang membingungkan dan malah bikin stres.”

“Menjadi Muslim, tidak berarti kita  kehilangan semua jejak diri kita sendiri. Islam adalah validasi yang baik dalam diri kita dan sarana untuk memperbaiki yang buruk,” pungkas Myriam. (islampos) (zilzaal.blogspot.com)

Wednesday, May 15, 2013

Dimanakah 7 Langit Itu ???


Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba‑Nya (Nabi Muhammad SAW) pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda‑tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Isra’ : 1).

Dan sesungguhnya dia (Nabi Muhammad SAW) telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, di Sidratul Muntaha. Di dekat (Sidratul Muntaha) ada surga tempat tinggal. (Dia melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh suatu selubung. Penglihatannya tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat  sebahagian tanda‑tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar. (QS. An‑Najm:13‑18).
Ayat-ayat itu mengisahkan tentang peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Isra’ adalah perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsha di Palestina. Mi’raj adalah perjalanan dari Masjidil Aqsha ke Sidratul Muntaha. Sidratul muntaha secara harfiah berarti ‘tumbuhan sidrah yang tak terlampaui’, suatu perlambang batas yang tak ada manusia atau makhluk lainnya bisa mengetahui lebih jauh lagi. Hanya Allah yang tahu hal‑hal yang lebih jauh dari batas itu. Sedikit sekali penjelasan dalam Al-Qur’an dan hadits yang menerangkan apa, di mana, dan bagaimana sidratul muntaha itu.

Di dalam kisah yang agak lebih rinci di dalam hadits disebutkan bahwa Sidratul Muntaha dilihat oleh Nabi setelah mencapai langit ke tujuh. Dari kisah itu orang mungkin bertanya-tanya di manakah langit ke tujuh itu. Mungkin sekali ada yang mengira langit di atas itu berlapis-lapis sampai tujuh dan Sidratul Muntaha ada di lapisan teratas. Benarkah itu? Tulisan ini mencoba membahasnya berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan saat ini.

Sekilas Kisah Isra’ Mi’raj

Di dalam beberapa hadits shahih disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW melakukan Isra’ dan mi’raj dengan menggunakan “buraq”. Di dalam hadits hanya disebutkan bahwa buraq adalah ‘binatang’ berwarna putih yang langkahnya sejauh pandangan mata. Ini menunjukkan bahwa “kendaraan” yang membawa Nabi SAW dan Malaikat Jibril mempunyai kecepatan tinggi.

Apakah buraq sesungguhnya? Tidak ada penjelasan yang lebih rinci. Cerita israiliyat yang menyatakan bahwa buraq itu seperti kuda bersayap berwajah wanita sama sekali tidak ada dasarnya. Sayangnya, gambaran ini sampai sekarang masih diikuti oleh sebagian masyarakat, terutama di desa-desa.

Dengan buraq itu Nabi melakukan Isra’ dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsha (Baitul Maqdis) di Palestina. Setelah melakukan shalat dua rakaat dan meminum susu yang ditawarkan Malaikat Jibril Nabi melanjutkan perjalanan mi’raj ke Sidratul Muntaha.

Nabi SAW dalam perjalanan mi’raj mula-mula memasuki langit dunia. Di sana dijumpainya Nabi Adam yang di kanannya berjejer para ruh ahli surga dan di kirinya para ruh ahli neraka. Perjalanan diteruskan ke langit ke dua sampai ke tujuh. Di langit ke dua dijumpainya Nabi Isa dan Nabi Yahya. Di langit ke tiga ada Nabi Yusuf. Nabi Idris dijumpai di langit ke empat. Lalu Nabi SAW bertemu dengan Nabi Harun di langit ke lima, Nabi Musa di langit ke enam, dan Nabi Ibrahim di langit ke tujuh. Di langit ke tujuh dilihatnya baitul Ma’mur, tempat 70.000 malaikat shalat tiap harinya, setiap malaikat hanya sekali memasukinya dan tak akan pernah masuk lagi.

Perjalanan dilanjutkan ke Sidratul Muntaha. Dari Sidratul Muntaha didengarnya kalam‑kalam (‘pena’). Dari sidratul muntaha dilihatnya pula empat sungai, dua sungai non‑fisik (bathin) di surga, dua sungai fisik (zhahir) di dunia: sungai Efrat di Iraq dan sungai Nil di Mesir.

Jibril juga mengajak Nabi melihat surga yang indah. Inilah yang dijelaskan pula dalam Al-Qur’an surat An‑Najm. Di Sidratul Muntaha itu pula Nabi melihat wujud Jibril yang sebenarnya. Puncak dari perjalanan itu adalah diterimanya perintah shalat wajib.

Mulanya diwajibkan shalat lima puluh kali sehari‑semalam. Atas saran Nabi Musa, Nabi SAW meminta keringanan dan diberinya pengurangan sepuluh‑sepuluh setiap meminta. Akhirnya diwajibkan lima kali sehari semalam. Nabi enggan meminta keringanan lagi, “Saya telah meminta keringanan kepada Tuhanku, kini saya rela dan menyerah.” Maka Allah berfirman, “Itulah fardlu‑Ku dan Aku telah meringankannya atas hamba‑Ku.”

Di manakah Tujuh Langit

Konsep tujuh lapis langit sering disalahartikan. Tidak jarang orang membayangkan langit berlapis-lapis dan berjumlah tujuh. Kisah Isra’ mi’raj dan sebutan “sab’ah samawat” (tujuh langit) di dalam Al-Qur’an sering dijadikan alasan untuk mendukung pendapat adanya tujuh lapis langit itu.

Ada tiga hal yang perlu dikaji dalam masalah ini. Dari segi sejarah, segi makna “tujuh langit”, dan hakikat langit dalam kisah Isra’ mi’raj.

Sejarah Tujuh Langit

Dari segi sejarah, orang-orang dahulu –jauh sebelum

Al-Qur’an diturunkan — memang berpendapat adanya tujuh lapis langit. Ini berkaitan dengan pengetahuan mereka bahwa ada tujuh benda langit utama yang jaraknya berbeda-beda. Kesimpulan ini berdasarkan pengamatan mereka atas gerakan benda-benda langit. Benda-benda langit yang lebih cepat geraknya di langit dianggap lebih dekat jaraknya. Lalu ada gambaran seolah-olah benda-benda langit itu berada pada lapisan langit yang berbeda-beda.

Di langit pertama ada bulan, benda langit yang bergerak tercepat sehingga disimpulkan sebagai yang paling dekat. Langit ke dua ditempati Merkurius (bintang Utarid). Venus (bintang kejora) berada di langit ke tiga. Sedangkan matahari ada di langit ke empat. Di langit ke lima ada Mars (bintang Marikh). Di langit ke enam ada Jupiter (bintang Musytari). Langit ke tujuh ditempati Saturnus (bintang Siarah/Zuhal). Itu keyakinan lama yang menganggap bumi sebagai pusat alam semesta.

Orang-orang dahulu juga percaya bahwa ke tujuh benda-benda langit itu mempengaruhi kehidupan di bumi. Pengaruhnya bergantian dari jam ke jam dengan urutan mulai dari yang terjauh, Saturnus, sampai yang terdekat, bulan. Karena itu hari pertama itu disebut Saturday (hari Saturnus) dalam bahasa Inggris atau Doyoubi (hari Saturnus/Dosei) dalam bahasa Jepang. Dalam bahasa Indonesia Saturday adalah Sabtu. Ternyata, kalau kita menghitung hari mundur sampai tahun 1 Masehi, tanggal 1 Januari tahun 1 memang jatuh pada hari Sabtu.

Hari-hari yang lain dipengaruhi oleh benda-benda langit yang lain. Secara berurutan hari-hari itu menjadi Hari Matahari (Sunday, Ahad), Hari Bulan (Monday, Senin), Hari Mars (Selasa), Hari Merkurius (Rabu), Hari Jupiter (Kamis), dan Hari Venus (Jum’at). Itulah asal mula satu pekan menjadi tujuh hari.

Jumlah tujuh hari itu diambil juga oleh orang-orang Arab. Dalam bahasa Arab nama-nama hari disebut berdasarkan urutan: satu, dua, tiga, …, sampai tujuh, yakni ahad, itsnaan, tsalatsah, arba’ah, khamsah, sittah, dan sab’ah. Bahasa Indonesia mengikuti penamaan Arab ini sehingga menjadi Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum’at, dan Sabtu. Hari ke enam disebut secara khusus, Jum’at, karena itulah penamaan yang diberikan Allah di dalam Al-Qur’an yang menunjukkan adanya kewajiban shalat Jum’at berjamaah.

Penamaan Minggu berasal dari bahasa Portugis Dominggo yang berarti hari Tuhan. Ini berdasarkan kepercayaan Kristen bahwa pada hari itu Yesus bangkit. Tetapi orang Islam tidak mempercayai hal itu, karenanya lebih menyukai pemakaian “Ahad” daripada “Minggu”.

Makna Tujuh Langit

Langit (samaa’ atau samawat) di dalam Al-Qur’an berarti segala yang ada di atas kita, yang berarti pula angkasa luar, yang berisi galaksi, bintang, planet, batuan, debu dan gas yang bertebaran. Dan lapisan‑lapisan yang melukiskan tempat kedudukan benda‑benda langit sama sekali tidak ada. Sedangkan warna biru bukanlah warna langit sesungguhnya. Warna biru dihasilkan dari hamburan cahaya biru dari matahari oleh atmosfer bumi.

Di dalam Al-Qur’an ungkapan ‘tujuh’ atau ‘tujuh  puluh’ sering mengacu pada jumlah yang tak terhitung. Misalnya, di dalam Q.S. Al‑Baqarah:261 Allah menjanjikan:

Siapa yang menafkahkan hartanya di jalan Allah ibarat menanam sebiji benih yang menumbuhkan TUJUH  tangkai yang masing‑masingnya berbuah seratus butir.  Allah MELIPATGANDAKAN pahala orang‑orang yang dikehendakinya….

Juga di dalam Q.S. Luqman:27:

Jika seandainya semua pohon di bumi dijadikan sebagai pena dan lautan menjadi tintanya dan ditambahkan TUJUH lautan lagi, maka tak akan habis Kalimat Allah….

Jadi  ‘tujuh langit’ semestinya dipahami pula sebagai tatanan benda‑benda langit yang tak terhitung banyaknya, bukan sebagai lapisan‑lapisan langit.

Tujuh langit pada Mi’raj

Kisah Isra’ Mi’raj sejak lama telah menimbulkan perdebatan soal tanggal pastinya dan apakah Nabi melakukannya dengan jasad dan ruhnya atau ruhnya saja. Demikian juga dengan hakikat langit. Muhammad Al Banna dari Mesir menyatakan bahwa beberapa ahli tafsir berpendapat Sidratul Muntaha itu adalah Bintang Syi’ra. Tetapi sebagian lainnya, seperti Muhammad Rasyid Ridha dari Mesir, berpendapat bahwa tujuh langit dalam kisah Isra’ mi’raj adalah langit ghaib.

Dalam kisah mi’raj itu peristiwa lahiriah bercampur dengan peristiwa ghaib. Misalnya pertemuan dengan ruh para Nabi, melihat dua sungai di surga dan dua sungai di bumi, serta melihat Baitul Makmur, tempat ibadah para malaikat. Jadi, nampaknya pengertian langit dalam kisah mi’raj itu memang bukan langit lahiriah yang berisi bintang-bintang, tetapi langit ghaib.(dakwatuna)
Sumber : www.Zilzaal.Blogspot

Download Lagu-Lagu Daerah Mandar 1


Kali ini saya akan membagikan untuk Anda lagu-lagu Mandar yang dapat anda download secara gratis. Lagu-lagunya bermacam-macam, walaupun kebanyakan lagu-lagu Mandar yang saya tawarkan adalah lagu-lagu yang lumayan sudah lama.
Yang ingin download silahkan saja anda mendownload. Dan ingat, ini hanya sekedar berbagi, kita harus tetap menghargai hasil karya anak bangsa.
Selamat Mendownload, Semoga lagu-lagunya disukai.






Selamat Mendownload dan Terima Kasih atas Kunjungannya.


NADI BARAKA - BALISA TAMMATINDO
NADI BARAKA - INNA DZUAPA DISANGA
NADI BARAKA - PASILAMBIANI SALLANNU
NADI BARAKA - TIALE-ALE PALLA'
NADI BARAKA - KANNE' SANDO
BADRI RAHMAN - DAO SUMANGI KANDI
BADRI RAHMAN - LARRA TEMBANG
BADRI RAHMAN - NAMATTINJA POLE PISSANG
BADRI RAHMAN - LELE RIANJA'
BADRI RAHMAN - PEPASANG DIMATA ALLO
BADRI RAHMAN - SALA APA LE'BA
BADRI RAHMAN - SALLANG SALILI
BADRI RAHMAN - SARA TANDITONGANNI
BADRI RAHMAN - TENDA PESTA
ANTO S & IIS GAZALI - MESA NIA DISIOLAI
ANTO S & IIS GAZALI - SITUYU JANJI 

Untuk Kali ini, Lagunya ini saja ya, untuk kesempatan yang lain saya akan mengupdate lagu-lagu Mandar yang siap untuk kalian download. Dan semuanya itu GRATIS.
Terima Kasih Atas Kunjungannya...







Sunday, May 12, 2013

Hikmah Membunuh Cicak


Diriwayatkan dari Imam Ahmad, “Bahwasanya ketika Ibrahim dilemparkan ke dalam api maka mulailah semua hewan melata berusaha memadamkannya, kecuali cicak, karena sesungguhnya cicak itu mengembus-embus api yang membakar Ibrahim.” (Imam Ahmad)

Cicak yang mengembus agar api semakin membesar terjadi pada masa Nabi Ibrahim. Apakah cicak termasuk hewan terkutuk sehingga ia tetap harus dibunuh hingga akhir zaman? Bukankah cicak mengurangi populasi nyamuk?
Terdapat banyak dalil yang memerintahkan kita untuk membunuh cicak, di antaranya:

Dari Ummu Syarik radhiallahu ‘anha; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk membunuh cicak. Beliau menyatakan, “Dahulu, cicak yang meniup dan memperbesar api yang membakar Ibrahim.” (HR. Muttafaq ‘alaih).
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja yang membunuh cicak dengan sekali bantingan maka ia mendapat pahala sekian. Siapa saja yang membunuhnya dengan dua kali bantingan maka ia mendapat pahala sekian (kurang dari yang pertama), ….” (HR. Muslim).
Dalam riwayat Muslim; dari Sa’ad, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk membunuh cicak, dan beliau menyebut (cicak) sebagai hewan fasiq (pengganggu).
Semua riwayat di atas menunjukkan bahwa membunuh cicak hukumnya sunnah, tanpa pengecualian.

Sikap yang tepat dalam memahami perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sikap “sami’na wa atha’na” (tunduk dan patuh sepenuhnya) dengan berusaha mengamalkan sebisanya. Demikianlah yang dicontohkan oleh para sahabat radhiallahu ‘anhum, padahal mereka adalah manusia yang jauh lebih bertakwa dan lebih berkasih sayang terhadap binatang, daripada kita. Di antara bagian dari sikap tunduk dan patuh sepenuhnya adalah menerima setiap perintah tanpa menanyakan hikmahnya. Dalam riwayat-riwayat di atas, tidak kita jumpai pertanyaan sahabat tentang hikmah diperintahkannya membunuh cicak. Mereka juga tidak mempertanyakan

status cicak zaman Ibrahim jika dibandingkan dengan cicak sekarang. Jika dibandingkan antara mereka dengan kita, siapakah yang lebih menyayangi binatang?

Penjelasan di atas tidaklah menunjukkan bahwa perintah membunuh cicak tersebut tidak ada hikmahnya. Semua perintah dan larangan Allah ada hikmahnya. Hanya saja, ada hikmah yang zahir, sehingga bisa diketahui banyak orang, dan ada hikmah yang tidak diketahui banyak orang. Adapun terkait hikmah membunuh cicak, disebutkan oleh beberapa ulama sebagai berikut:

Imam An-Nawawi menjelaskan, “Para ulama sepakat bahwa cicak termasuk hewan kecil yang mengganggu.” (Syarh Shahih Muslim, 14:236)
Al-Munawi mengatakan, “Allah memerintahkan untuk membunuh cicak karena cicak memiliki sifat yang jelek, sementara dulu, dia meniup api Ibrahim sehingga (api itu) menjadi besar.” (Faidhul Qadir, 6:193)
Hikmah yang disebutkan di atas, hanya sebatas untuk semakin memotivasi kita dalam beramal, bukan sebagai dasar beramal, karena dasar kita beramal adalah perintah yang ada pada dalil dan bukan hikmah perintah tersebut. Baik kita tahu hikmahnya maupun tidak.

Segala sesuatu memiliki manfaat dan madarat. Kita–yang pandangannya terbatas– akan menganggap bahwa cicak memiliki beberapa manfaat yang lebih besar daripada madaratnya. Namun bagi Allah–Dzat yang pandangan-Nya sempurna–hal tersebut menjadi lain. Allah menganggap madarat cicak lebih besar dibandingkan manfaatnya. Karena itu, Allah memerintahkan untuk membunuhnya. Siapa yang bisa dijadikan acuan: pandangan manusia yang serba kurang dan terbatas ataukah pandangan Allah yang sempurna?

Manakah yang lebih penting, antara mengamalkan perintah syariat atau melestarikan hewan namun tidak sesuai dengan perintah syariat? Orang yang kenal agama akan mengatakan, “Mengamalkan perintah syariat itu lebih penting. Jangankan, hanya sebatas cicak, bila perlu, harta, tenaga, dan jiwa kita korbankan demi melaksanakan perintah jihad, meskipun itu adalah jihad yang sunnah.”
Sumber : www.zilzaal.blogspot.com

Mau Surga ? Inilah Harga Sebuah Surga...


Rasulullah SAW bersabda :

“Jaminlah bagiku enam hal, niscaya aku jamin surga bagi kalian; jujurlah dalam berbicara, tepatilah apabila berjanji, tunaikanlah amanah yang diberikan kepadamu, jagalah kemaluanmu, tahanlah pandanganmu, dan tahanlah tanganmu dari berbuat dosa  (HR Ahmad, Al Baihaqi, Al Hakim, Ibnu Hibban )

Akidah yang sahih dan selamat tidak berguna sampai ia tampak pengaruhnya dalam akhlak diri, tindakan anggota tubuh. Kalau tidak begitu, ia hanyalah lafadz yang kosng tanpa nilai. Seorang mukmin adalah orang yang dipercaya dengan pribadinya, beriman kepada Tuhannya, mengharap balasan yang baik dariNya. Inilah harga surge yang telah dijelaskan Rasulullah.

Enam sifat , apabila diterapkan dalam perilaku dan menampakkan pengaruh dalam perbuatannya di atas adalah bukti kebenaran imannya, keshahihan akidahnya, kesempurnaan kepribadiannya, semua ini menjadikannya berhak mendapatkan surga.

Menjadi orang jujur. Ia tidak berdusta dalam perkataannya, tidak dengan isyarat maupun penipuan, meskipun terdapat sarana yang dapat membawanya melakukan hal itu. Allah SWT berfirman :
“Hai orang orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama sama orang orang yang benar.” (QS Attaubah 119)

Rasullullah SAW ditanya , “Mungkinkah seorang mukmin berdusta?” beliau menjawab, “Tidak” lalu beliau membaca Ayat Al Quran :

“Sesungguhnya yang mengada akan kebohongan, hanyalah orang orang yang tidak beriman kepada ayat ayat Allah, dan mereka itulah orang orang pendusta.” (QS An Nahl 105)

Menepati Janji. Apabila ia berkata, “Ya”, maka ia pasti melakukannya. Apabila ia memutuskan perjanjian, ia akan mewujudkannya. Kesempurnaan kepribadian terlihat disini.
“Diantara orang orang mukmin itu ada orang orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah, maka mereka ada yang menunggu nunggu dan mereka tidak mengubah janjinya” (QS Al Ahzab 23)

Kita membaca dalam cerita jahiliyyah tentang orang yang menepati perkataannya. Ia kembali menuju tempat pembunuhan, setelah itu terucap darinya agar ia tidak dituduh melarikan diri.

Menunaikan amanat yang dibebankan. Orang dapat dipercaya bila ia amanah dan menepatinya, Seorang mukmin tidak akan menjadi penghianat apapun kondisinya.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.” (QS Annisa 58)

“Apabila amanah telah diabaikan, maka tunggulah kehancurannya (HR Bukhari)

Dalam hadis lainnya, disebutkan, “Tidak ada keimanan bagi orang yang tidak menunaikan amanah.”

 Termasuk perbuatan khianat adalah mengurangi timbangan dan takaran, mengambil tenunan tanpa izin pemiliknya, memberikan kepada orang lain apa yang bukan miliknya untuk menarik manfaat untuk dirinya.” Yang halal telah jelas dan yang haram telah jelas pula “. ((Muttafaq Alaih)
Menjaga kemaluan dan menahan pandangan termasuk akhlak orang orang beriman. Mereka sibuk dengan pengawasan Allah daripada melakukan perbuatan sia sia, tenggelam dalam syahwat atau menggunakan waktu dengan perbuatan tiada manfaat.
Mukmin menjaga tangannya agar tidak melakukan perbuatan yang menyakiti makhluk. Ia tidak melakukan kekerasan pada seorang pun, tidak menzalimi, tidak menerima kezaliman. Allahu SWT berfirman :
“ Dan orang orang yang menyakiti orang orang mukmin dan mukminat  tanpa kesalahan  yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata (QS Al Ahzab 58)

Orang yang dapat menjamin dirinya melakukan enam perkara mulia ini, niscaya Rasulullah SAW menjamin baginya surge yang lebarnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang orang yang bertakwa. – Hasan Al Banna-
Sumber :www.eramuslim.com

Ingat...Jihad Itu Bukan Terorisme....


“Seribu kali kebohongan maka hasilnya adalah kebenaran”, pepatah ini tepat untuk menjelaskan upaya-upaya sebagian orang untuk mendaur ulang pengertian jihad. Jihad selalu didekatkan dengan tindakan terorisme, jihad sama dengan tindakan kekerasan, jihad identik dengan usaha merusak tanpa pandang bulu.Ada juga jihad dengan arti usaha keseharian mencari nafkah dengan sungguh-sungguh juga termasuk jihad, jihad melawan korupsi, jihad dalam menuntut ilmu, bekerja keras, disiplin, mengekang hawa nafsu dan makna-makna lain yang menyimpang dari makna hakikinya (syara’).

Pengertian ini mengalir deras dari mulut-mulut orang kufar atau dari kalangan muslim yang kurang paham tentang hakikat jihad. Atau keluar dari ulama-ulama bayaran dan kaum munafikin yang hendak merusak ajaran-ajaran Islam. Cuma karena sokongan media yang pro mereka maka ‘kebohongan’ dalam memberi arti jihad telah merubah ‘arti bohong’ menjadi benar dan akhirnya sebagian umat (awam) yang masih butuh bimbingan ini termakan dan menelan mentah-mentah.

Menilik sejarah masa lalu, umat Islam Indonesia tidak asing dengan kata ‘jihad’, mengingat begitu besarnya nilai istilah ini bagi Indonesia dimasa-masa kritisnya merebut kemerdekaan dari penjajah(imperialis) Portugis, Jepang dan Belanda.Hanya orang-orang buta sejarah dan munafik yang tidak mengakui bahwa berkat resolusi ‘jihad’ yang dikeluarkan oleh para ulama’ secara individu atau institusi(kelembagaan seperti KH.Hasyim Asyari dengan NU-nya) sejak penjajah menginjakkan bumi Indonesia telah melahirkan pribadi-pribadi pejuang.Nyawa perlawanan bangkit subur karena panggilan jihad, dan orang-orang yang memahami keagungan jihadlah yang pada akhirnya menyingsingkan lengan baju berangkat kemedan-medan pertempuran; kembali dengan kemenangan atau syahid dimedan juang. Indonesia bisa merdeka seperti sekarang karena berkat ‘jihad’, apakah kita lupa dengan pekikan; ’Allahu Akbar..Allahu Akbar..Allahu Akbar..” dari seorang Bung Tomo ketika menggelorakan pertempuran 10 November? Pangeran Diponegoro,Teuku Umar, Pangeran Antasari dan masih banyak lagi pahlawan yang akrab ditelinga kita; perjuangan mereka tegak dengan ruh jihad menyatu dalam aliran darah dan tiap tarikan nafas mereka.

Makanya umat perlu atau sangat perlu mewaspadai niat-niat busuk di balik upaya segelintir orang (karena sokongan media dan dana dari tuannya yang menjadikan seolah-olah besar) untuk menyimpangkan makna ‘jihad’ keluar dari definisi atau arti yang sesungguhnya.Apalagi ada moment atau peristiwa yang bisa dijadikan pintu masuk atau alasan untuk mengotak-atik arti jihad ini, mereka rekayasa Kasus 911, Bom bali 1&2, bom Depok, bom Serpong, bom gereja Komponten Solo, dan terakhir Bom Boston , padahal di saat yang sama masyarakat dunia bisa melihat dengan mata kepala sendiri betapa jahat dan biadabnya Amerika, Cs atas tindak terorisme dengan pengeboman-pengeboman yang menumpahkan darah dan nyawa yang jumlahnya ratusan kali lipat dibandingkan kasus bom Bali.Lihatlah nasib rakyat Irak, rakyat Afganistan, yang dicabik-cabik penjajah Amerika cs.

Maka ini adalah proyek penjinakan umat Islam agar mati ruh jihadnya, matinya jiwa perlawanan terhadap segala bentuk penjajahan baik fisik atau non fisik, hegemoni atau penguasaan negeri-negeri Islam oleh negera-negera imperialis adalah menjadi motif utamanya. Makna-makna jihad yang manipulatif ini terus dipropagandakan di tengah-tengah kaum Muslim untuk mengaburkan dan menyimpangkan pandangan masyarakat terhadap makna jihad sebenarnya. Padahal, ruhul jihad merupakan salah satu tiang pancang bagi tegaknya Islam dan kaum Muslim dari serangan musuh-musuhnya. Cuma sayang sebagian besar umat tidak bisa membaca hal-hal seperti ini, umat masih sangat butuh bimbingan agar bangkit kesadaran politiknya dan menimbang segala peristiwa menurut kacamata keyakinan dan syariatnya.

Makna ‘Jihad’ yang benar;

Seperti diterangkan dalam al Qur’an dan as Sunnah kemudian dibukukan dalam ratusan kitab fiqh oleh ulama’ salafus sholeh dan ulama’-ulama’ zaman sekarang (dan mu’tabar; jadi rujukan dan pegangan umat Islam), bisa diringkas;

Secara bahasa kata “al-jihaad” berasal dari kata “jaahada”, yang bermakna “al-juhd” (kesulitan) atau “al-jahd” (tenaga atau kemampuan).Imam Ibnu Mandzur dalam Kitab Lisaan al-’Arab nya, secara bahasa, al-jihaad artinya;mengerahkan kemampuan dan tenaga yang ada, baik berupa perkataan maupun perbuatan.

Dalam kitab Syarh al-Qasthalaani ‘alaa Shahiih al-Bukhaariy dinyatakan sebagai berikut Kata jihaad merupakan pecahan dari kata al-jahd, dengan huruf jim difathah yang berarti: at-ta’b (lelah) dan al-masyaqqah (sulit). Sebab, kelelahan dan kesulitan yang ada di dalamnya bersifat terus-menerus. Kata jihaad bisa merupakan bentuk pecahan dari kata al-juhd dengan “jim” didhammah, yang berarti: at-thaaqah (kemampuan atau tenaga). Sebab, masing-masing mengerahkan tenaganya untuk melindungi shahabatnya.

Di dalam al-Quran dan Sunnah, kata jihaad diberi arti baru oleh syariat dari arti asal (bahasanya) atau menuju makna yang lebih khusus, yaitu, “mengerahkan seluruh kemampuan untuk berperang di jalan Allah, baik secara langsung, dengan bantuan keuangan, pendapat (pemikiran), memperbanyak kuantitas (taktsiir al-sawaad) ataupun yang lain (Ibn ‘Abidiin, Haasyiyah, juz III, hal. 336) Dengan demikian, ketika kata “jihad” disebut, secara otomatis orang akan memaknainya dengan makna syariatnya –berperang di jalan Allah”, bukan dengan makna bahasanya. Jihad dengan makna khusus ini, bisa ditemukan pada ayat-ayat Madaniyah. Sedangkan kata jihad di dalam ayat-ayat Makkiyah, maknanya merujuk pada makna bahasanya (bersungguh-sungguh).

Contoh Ayat-ayat yang memberikan pengertian Jihad adalah al Qital (perang);

“Tidaklah sama antara mu’min yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.” (QS. al-Nisaa’ : 95)

Jihad dalam ayat ini mempunyai pengertian: keluar untuk berperang, dan aktivitas ini lebih diutamakan daripada berdiam diri dan tidak berangkat menuju peperangan.

Para ulama empat madzhab juga telah sepakat bahwa jihad harus dimaknai sesuai dengan hakekat syariatnya, yakni berperang di jalan Allah baik secara langsung maupun tidak langsung.

Madzhab as-Syaafi’i, sebagaimana yang dinyatakan dalam kitab al-Iqnaa’, mendefinisikan jihad dengan “berperang di jalan Allah”. Al-Siraazi juga menegaskan dalam kitab al-Muhadzdzab; sesungguhnya jihad itu adalah perang.

Dalam masalah ini, Ibnu Qudamah dalam al Mughni-nya berkata: Ribaath (menjaga perbatasan) merupakan pangkal dan cabang jihad. Beliau juga mengatakan: Jika musuh datang, maka jihad menjadi fardlu ‘ain bagi mereka… jika hal ini memang benar-benar telah ditetapkan, maka mereka tidak boleh meninggalkan (wilayah mereka) kecuali atas seizin pemimpin (mereka). Sebab, urusan peperangan telah diserahkan kepadanya.

Jihad Ofensif dan Jihad Defensif

Dr. Mohammad Khair Haekal di dalam kitab al-Jihad wa al-Qital menyatakan, bahwa sebab dilaksanakannya jihad fi sabilillah bukan hanya karena adanya musuh (jihad defensif), akan tetapi juga dikarenakan tugas Daulah Islamiyyah dalam mengemban dakwah Islam ke negara lain, atau agar negara-negara lain tunduk di bawah kekuasaan Islam (jihad ofensif).

Hanya saja, para ulama berbeda pendapat dalam menentukan batas minimal jihad yang dilakukan oleh negara. Imam al-Mawardiy dalam kitab al-Iqnaa’, hal.175 menyatakan, “Hukum jihad adalah fardlu kifayah, dan imamlah yang berwenang melaksanakan jihad…ia wajib melaksanakan jihad minimal setahun sekali, baik ia pimpin sendiri, atau mengirim ekspedisi perang.”

Syeikh Imam Nawawi al-Bantani al-Jawi dalam kitab Nihayah Az-Zain, “Jihad itu adalah fardhu kifayah untuk setiap tahun, apabila orang-orang kafir berada di negeri mereka. Paling sedikit satu kali dalam satu tahun, tapi apabila lebih tentu lebih utama, selama tidak ada kebutuhan lebih dari satu kali. Jika jihad tidak dilakukan maka wajib atas sebagian (kaum Muslimin) untuk mengajak jihad, dengan salah satu dari dua cara”.

Berdasarkan pendapat di atas dapatlah disimpulkan bahwa jihad yang dilakukan oleh kaum Muslim bisa berwujud jihad ofensif maupun defensive. Jadi jihad itu bukan terorisme, dan jihad tidak sama dan tidak identik dengan terminologi kekerasan.
Umat Islam bisa menyaksikan hari ini, penanganan aksi teror selalu di ekpos di media secara sengaja dengan mengkaitkan simbol-simbol Islam, misalkan barang bukti adalah buku-buku, web, sosial media yang menjelaskan tentang jihad dan semisalnya. Sekalipun kita juga harus obyektif, barang kali ada segelintir orang muslim yang bias menterjemahkan jihad dalam konteks yang tidak tepat, atau bisa jadi mereka pun dijebak dan direkayasa.

Namun demikian bukan berarti orang bisa seenak perutnya mengkriminalisasi tema Jihad yang mulia.Bahkan condong penanganan “terorisme” sudah lepas dari konteks historikal politik global maupun lokal yang sedemikian rupa akhirnya mendorong memposisikan umat Islam banyak membuat reaksi daripada aksi. Dan ketika sebagian saudara-saudara kita tidak mampu mengendalikan diri, outputnya adalah sebuah langkah yang akhirnya menjadi kontraproduktif di manipulir oleh media sekuler secara sistematis. Atas nama jihad melakukan tindakan teror yang tidak proporsional, dan membuat salah paham dunia dan umat Islam sendiri yang masih banyak yang awam.

Umat harus waspada manufer orang-orang yang membenci Islam & kaum muslim melalui permainan bahasa berusaha membikin kacau cara berfikir dan perilakunya.Wallahu a’lam.

(Sumber : www.eramuslim.com)


Istri Ideal


Sungguh tidak mudah menjadi seseorang yang ideal, namun setiap pasangan menginginkan pasangannya ideal. Tuntutan demi tuntutan berlaku dan bila sang penuntut tidak puas dengan tuntutannya, maka yang terjadi adalah rasa tidak puas yang membuat seoarang istri atau suami sudah tidak ideal menjadi bertambah tidak ideal. Ideal menurut siapa? Standarnya apa? Tentu saja standar ideal itu berbeda-beda, dan bila ditanya lagi dengan lebih dalam, standarnya apa, maka jawabnya adalah… “Yaa seperti istri-istri Rasulullah…” jawaban ini membuat istri terdiam, dan batinnya bertanya, “tentu saja istri-istri Rasul ideal, bahkan sangat ideal, lhaa, suaminya saja ideal banget, Rasulullah.”

Istri-istri Rasulullah sangat ideal, bersedia dipoligami, nah yang satu ini membuat Nita bingung, karena lagi-lagi persoalan yang terjadi dalam sebuah rumah tangga yang biasanya berjalan lima tahun, isu poligmi mulai mendominasi pembicaraan suami istri. Dimulai dengan; “kalau.. Kalau aku menikah lagi gimana yang…” tanya sang suami menyelidik. Menguji kesadaran dan kesabaran sang istri, istri pun menjawab dengan gagah, ” yaa, kalau abang mampu bersikap adil mengapa tidak?” Dan kemudian sang suami mengecup istrinya dengan bangga, namun hati sang istri menjadi murung, sang istri diam saja, dan bearlih membicarakan hal-hal lain yang menurutnya lebih penting.

Istri Rasulullah penecemburu, istri Rasulullah cemburu pada suaminya dengan cemburu yang santun, cemburu yang bermutu, sehingga layak dijadikan ibrah, cemburu yang tidak membabi buta. Bukan cerita yang asing lagi bila kita mendengar bagaimana Aisyah cemburu pada Rasul. Namun cemburunya hanya sekedar melempar tepung, dan Rasulullah yang peka dengan keadaan segera mengalihkannya dengan kelembutannya.

Cemburu yang santun, dengan tidak cemberut, tidak ngambek, tidak dengan mendiamkan sang suami berhari-hari dan bahkan menjadi judes tiba-tiba, galak seketika dan marah-marah tanpa sebab, apalagi sampai harus membanting pintu, wah, jauh dengan perilaku istri-istri Rasul. Dan ranipun terpegun, bila diingatkan soal cemburu, sulit untuk tidak cemburu, atau mencoba sabar dengan mengingat kembali kisah istri-istri para nabi, namun tidak semudah itu, jeritnya dalam hati. Sulit, ketika mendapati suaminya sangat ramah pada pelayan toko, atau ketika suaminya sangat perhatian pada ibu muda tetangga sebelah yang baru mau melahirkan dengan memberikan saran- saran mengenai kesehatan, yaa suaminya memang dokter, dan bayangan bahwa suaminya harus menjumpai perawat-perawat muda yang lincah setiap hari, membuat Rani tersiksa. Rasa kesal dan prasangka buruk terhadap suaminya membuat dia menjadi uring-uirngan, dan tentu saja hasilnya negatif, suami yang tadinya pulang setiap petang bisa menjadi malas pulang, karena menjumpai istri yang sibuk marah-marah tidak karuan. Istilahnya mengungkit hal-hal yang kecil menjadi masalah besar, bukankah berumahtangga untuk mendapatkan kenyamanan bukan kemarahan?

Istri Rasulullah sangat dermawan.

Istri Rasulullah tidak punya pembantu, anaknya pun memiliki tangan yang tidak lembut karena menggiling gandum sendiri, padahal Fatimah adalah anak seorang pemimpin negeri, bayangkan bila ada anak pemimpin negeri seperti itu, luarbiasa, kita saja yang cuma anak pak RT, punya khadimah, dan tidak pernah menggiling beras sendiri, selalu ada yang bantu. Maka ketika dihadapkan pada kenyataan, Sofi yang sudah dua bulan tidak kunjung memiliki pembantu rumah tangga, walau sudah mencari kemana-mana, bahkan sang suami sudah pula mendatangi beberapa agen pembantu rumah tangg , hasilnya nihil. Sofi yang sudah terlalu lelah dirumah mengerjakan pekerjaan rumah yang tidak ada habisnya, akhirya meluapkan emosinya pada sang suami yang mengerti istrinya lelah. Namun para istri juga harus ingat, bukankah suaminya yang baru pulang kerja juga lelah, apalagi kondisi diluar rumah yang begitu mencekam, persaingan di kantor yang begitu tajam, belum lagi mungkin bos ditempat kerja sang suami menekan dengan ketidakpuasan terhadap kerja sang suami. Maka bila kadang istri harus marah-marah karena tidak punya pembantu, sangatlah disayangkan, satu kuncinya harus sabar, bukankah semua pekerjaan rumah yang dilakukan istri dengan ikhlas akan diganjar dengan pahala oleh Allah Swt.

Istri Rasululah kuat beibadah, “aku membuka mataku , dan aku melihat Rasulullah yang sedang sholat malam dengan khusyu sampai janggutnya basah berlinang airmata.” Istri Rasullah melihat tauladan, dan segera pula melakukan ibadah, dengan tekun, hal ini merupakan bukti bahwa istri Rasulullah taat beibadah. Hati sih ingin, siapa sih yang tidak ingin bangun malam melaksanakan shalat dan berdoa, sungguh-sungguh, bahkan seperti yang sudah diketahui dari hadist-hadist bagaimana sholat malam itu, bila berdoa akan dikabulkan doa kita. “Motivasi ada, namun, lelah, yaa lelah rasanya, sudah bekerja seharian di kantor, malam harus terbangun pula untuk sholat malam,” Fitri menggumam ketika dikantornya ada kajian muslimah setiap jumat yang mebahas tuntas tentang fadilah sholat malam. Yaa bila aku bangun malam, maka waktu tidurku sempit, mau tidur lagi rasanya suadah tidak bisa, tidak mudah untuk langsung terlelap menunggu subuh setelah shalat malam, bisa-bisa kebablasan, dan akibatnya dikantor jadi mengantuk, dan sejuta alasan terpampang. Akhirnya ketika dikatakan istri Rasulllah rajin sholat malam, maka Fitri pun menanah, kalau aku jadi ibu rumah tangga saja seperti istri Rasulullah,mudah saja bagiku untuk melakukan shalat malam, kalau mengantuk, maka aku tinggal tidur dan tidak terpaku pada jam kantor dan kemacetan lalulintas.

Istri sahabat Rasul pandai menyembunyikan kegelisahan hatinya, pernah dengar kisah Ummu Sulaim, yang anaknya meninggal lalu disembunyikan dari suaminya yang baru pulang, bahkan sang istri sempat melayani sang suami dengan baik, tanpa mengganggu suaminya yang masih sangat lelah. Dan subhanalah, pandainya sang istri menjaga hati sang suami, membuat kisah ini seringkali dijadikan senjata oleh para suami yang keala melihat istrinya hanya bercerita tentang masalah masalah dan masalah saja. Sajikanlah cerita-cerita yang enak untuk didengar, yang membuat suasana gembira, mengapa para istri seringkali tidak sabar untuk menceritakan masalah dan masalah ketika berjumpa dengan suaminya. Entah itu mulai dari soal tagihan listrik yang membengkak, raport anak yang kebakaran, tetangga depan yang menjengkelkan, ibu mertia yang sakit-sakitan dan perlu ganti dokter, sampai mungkin cerita-cerita dan keluhan tentang guru ngaji sang istri yang dinilai terlalu mengecam sehingga menimbulkan jamaah yang kemudian kabur satu pesatu. Apakah tidak ada cerita yang indah dan ceria yang membuat suami merasa terhibur, sehingga tak heran bila suami merasa malas untuk mendengarkan cerita sang istri yang bertubi-tubi, yang dinilainya hanya berisi masalah, masalah dan masalah.

Seringkali seorang wanita dihadapkan pada sirah sohabiyah, bagaimana akhlak para istri Rasulullah, Namun cara mendidik para wanita saat ini, tidak sebagaiamana cara sihabiyah dididik. Dan terlebih lagi lingkungan wanita zaman sekarang berbeda dengan lingkungan yang Islami pada zaman Rasulullah. Para suami juga begitu tidak dididik seperti pada zaman Rasulullah dulu, namun tentu banyak teladan dan sunnah yang sebaiknya kita ikuti. Dan kita sebagai wanita muslimah sebaiknya mengikuti bagaiamana cara sahabiyah berakhlak, beribadah dan bersikap. Jadikan istri-istri Rasul dan Sahabat sebagai tauladan dan panutan yang utama, namun jangan memaksa, karena buah mangga masak tidak dalam semalam, namun membutuhkan waktu yang sangat panjang. Perawatan, pupuk dan utamanya kesabaran sehingga buah mangga tersebut layak untuk dimakan. Ingatlah bagaimana Rasulullah menjelaskan; “istri (wanita) diibaratkan seperti tulang rusuk. Jika diluruskan dengan paksa, maka tulang itu akan patah. Dan sebaliknya, jika dibiarkan akan tetap bengkok.”

Sumber : www.eramuslim.com

Membina Rumah Tangga Tanpa Teriakan


“Memang cuma kamu saja yang boleh berteriak, kalau aku yang berteriak kamu bilang aku berisik,“ ucap bu Anto membalas amarah suaminya dengan berteriak. Anak-anak pun lalu menutup telinga mereka. Pemandangan yang biasa terjadi dimana suami dan istri dirumah itu berteriak membuat anak-anaknya sampai berpikir, apakah ibu masih sayang pada ayah, apakah ayah mencintai ibu? lalu mengapa mereka berdua tidak bisa rukun.

Terkadang dimata anak-anak, masalah antara ayah dan ibu dipandang biasa-biasa saja. “Gak penting,“ menurut pikiran Anisa, anak sulung bu Anto yang duduk di kelas 3 SMU. “Aku mau ujian tapi ibu marah-marah melulu, kalau ayah marah, maka ibu juga balas marah, lalu kalau belum selesai marahnya pada ayah, maka marahnya diteruskan kepada anak-anaknya sehingga rumah jadi berisik, gimana mau bisa belajar…” keluh Anisa tentang suasana di rumahnya. Anisa pun lanjut menggerutu, adik-adikpun membesarkan suara televisi menonton bola Indonesia lawan Qatar, ditambah lagi suara ibu yang melengking, bentakan ayah yang menderu lalu kapan berhentinya dan tenangnya rumah ini.

Anisa pun akhirnya tidak sabar lagi maka dia pun berteriak ”adiikkk… kecilin dong tivinyaa.” Tidak lama kemudian teriakan Anisa dibalas dengan teriakan sang adik ”goalllll!!!!” padahal tidak goal juga. Hal ini membuat kakaknya Anisa marah, ibu juga marah dikarenakan ibu masih kesal pada ayah, dan ayah sudah masuk kamar tidur, maka kakak dan ibu serempak berteriak kuat dan keras, mengagetkan adik yang sedang asyik melihat langkah-langkah kaki menerjang bola di layar kaca, “Keciliiiiinnnn, tivinyaaa…!!!!!”kakak berteriak. “Matikan tv nyaaaaaa!!!!!” ibu berteriak kuat-kuat. Lalu adik dengan panik mematikan televisi dengan kesal dan marah, sambil masuk kamar dengan membanting pintu. Mendengar keributan itu, sang ayah keluar untuk melihat apa yang terajdi, “duhhh.. ributnya rumah ini,” ucap ayah. “Bisa gak kalian semua diam, ayah lelah, capek, baru pulang kerja..” bentak ayah keras-keras.

Subhanallah, semua masalah yang ada selalu diselesaikan semuanya dengan teriakan. Bila hal itu terjadi setiap malam, walaupun kalau siang agak reda dikarenakan rumah sepi tidak ada orang, anak-anak sibuk di sekolah, ayah di kantor dan ibu hanya sendiri di rumah, maka rumah seperti akan di didik dan terdidik dengan suara keras dan bentakan. Padahal Al Quran menyuruh kita untuk  merendahkan suara sesuai dengan Surat Lukman yang berbunyi;

Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (QS: Luqman: 19)

Apakah kita harus menyelesaikan masalah dengan bentakan dan teriakan? Apakah rasa kesal harus diungkapkan dengan bentakan dan teriakan? Apakah kita ingin membangun dan membina rumah tangga dengan bentakan?

Mari ayah dan ibu, kita mulai dari diri kita sendiri untuk mengecilkan suara. Anggota keluarga kita kan bukan orang yang tuli, semua pendengarannya bagus, selain itu rumah kita pun kecil areanya, jadi mulailah dengan ayah dan ibu untuk mengecilkan suara, niscaya anak-anak akan lebih tenang dan desakan untuk berteriak akan berkurang. Janganlah kita menciptakan aura berteriak di dalam keluarga. Marilah kita coba bersikap tenang dan bersuara pelan, insya Allah akan terbangun rumahtangga yang lebih tenang dan sakinah.
Sumber : www.eramuslim.com

Etika Pria Melihat Sesama Pria


Oleh Ustadz Abdullah Nashih Ulwan

Seorang lelaki tidak diperbolehkan melihat anggota tubuh lelaki lain yang terdapat antara pusar sampai lutut, baik lelaki yang dilihat itu adalah kerabat maupun orang lain, baik muslim maupun kafir. Adapun selain anggota tubuh tersebut, seperti : perut, punggung, dada, dan lain-lain, maka hukumnya boleh selama tidak menimbulkan fitnah (aman)




Dasar pengharamannya adalah hadist riwayat Muslim dari Nabi Saw :

“Janganlah seorang lelaki melihat aurat lelaki lainnya dan jangan pula seorang wanita melihat aurat wanita lain.”

Ahmad dan Ashhabus Sunan meriwayatkan :

“Peliharalah auratmu, kecuali terhadap istrimu atau budak yang kamu miliki,”

Hakim meriwayatkan dari Nabi Saw :

“apa yang ada di antara pusar dan lutut adalah aurat.”

Hakim Meriwayatkan pula bahwa :

“ Nabi Saw. Melihat seorang yang paha-nya terbuka. Kemudian beliau mengarahkan dan memberi petunjuk, seraya bersabda, “Tutuplah pahamu, karena paha itu adalah aurat.”

Dan dalam sebuah riwayat dari Tirmidzi dikatakan :

“Paha itu adalah aurat.”

Setelah menyimak nash-nash di atas, akhirnya penulis sampai pada suatu kesimpulan, bahwa seorang laki-laki tidak boleh membuka bagian tubuhnya antara pusar sampai lutut, Baik ketika olah raga, maupun di dalam kamar mandi, meskipun syahwat dirasa aman. Kemudian, Apabila ia diperintah oleh seseorang untuk membuka auratnya, jangan menaatinya, dengan dasar hadist berikut :

“Tidak ada ketaatan terhadap makhluk di dalam maksiat kepada Al-Khaliq (Allah).”

Sedangkan pendapat yang disandarkan kepada mahzab Maliki menyatakan, bahwa aurat itu hanya ada dua: Kemaluan dan dubur. Selain dua aurat itu boleh untuk dibuka. Anggapan ini tidak benar, bahkan termasuk kesalahan dan kesesatan.

Menurut mahzab Maliki, aurat itu terbagi dua: pertama, aurat ketika melakukan shalat. Kedua, aurat dalam kaitannya dengan melihat. Aurat ketika melakukan shalat  terbagi kepada dua bagian: pertama aurat mughallazhah (berat), yaitu dua aurat (kemaluan dan dubur). Kedua, aurat mukhaffafah (ringan), yaitu bagian tubuh antara pusar dan lutut. Jika aurat mughalazhah terbuka  pada waktu shalat maka mutlak shalat iti harus diulangi. Sedangkan jika aurat mukhaffafah yang tampak dalam shalat, maka diulangi di dalam waktu shalat itu saja. Jika waktu sudah habis, maka tidak perlu lagi diulang.

Sedangkan aurat di dalam memandang, haram hukumnya untuk ditampakkan, baik itu aurat mughalazdah maupun aurat mukhaffafah.

Aurat laki-laki dengan laki-laki lainnya adalah apa yang ada antara pusar dan lutut.

Aurat wanita dengan wanita lainnya, jika keduanya adalah muslimah, adalah bagian tubuh yang ada antara pusar dan lutut.

Aurat wanita muslimah dengan orang kafir adalah seluruh tubuhnya, selain wajah dan dua telapak tangan (menurut satu pendapat), dan seluruh badannya (menurut pendapat lain)

Aurat wanita dengan muhrimnya adalah seluruh tubuhnya selain wajah, kedua tangan, kepala, leher, dan kedua telapak kakinya. Selain itu adalah aurat yang tidak halal untuk dilihat.

Dari nash fikih Maliki tersebut dapat diketahui, imam-imam yang empat telah sepakat, bahwa aurat laki-laki dengan laki-laki adalah antar pusar dan lutut. Atas dasar ini, maka haram melihat anggota tubuh yang terdapat antara keduanya, dan selain anggota tubuh tersebut adalah halal.
Sumber : www.eramuslim.com

Terpopuler

Bahasa Dunia